Langsung ke konten utama

Somnolent Detecment *)



Aku ketakutan, tubuhku bergetar halus sebab menahan rasa takut itu. 

Kamu ketakutan, lihatlah, tubuhmu tampak bergetar, apakah kamu menahan rasa takut itu mati-matian? Katakan! Katakan! 

Sudah cukup! Dia ketakutan, jangan lagi mengganggunya! Lihat! Tubuhnya bergetar menahan rasa takut itu mati-matian. Pergilah kalian dan jangan ganggu dia! 

"Pergi.. Pergi! Pergiii...!" teriak Sarah sembari memukul-mukul kasur empuknya dengan tangan. Wajahnya tampak pucat. Bulir-bulir keringat memenuhi keningnya yang berlipat. Ada kecemasan yang membungkusnya dengan sangat erat. 

"Sarah.. Sarah..., bangun nak! Bangun!" ayah mengguncang tubuh Sarah perlahan. Menyalakan lampu tidur di samping ranjang kemudian duduk tepat di sisi tubuh Sarah yang basah oleh keringatnya sendiri. 

"Ayah.., ayah." seketika Sarah melompat memeluk tubuh lelaki paruh baya yang telah berbaik hati membesarkannya. Lelaki yang memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah kekasihnya yang tidak lain adalah ibu kandung Sarah meninggal dunia sepuluh tahun yang lalu. 

"Tidak apa-apa Sarah, kamu hanya bermimpi. Apa tadi sebelum tidur kamu sudah sholat Isya?" tanya ayah sembari menatap mata Sarah yang basah. Gadis remaja itu menggeleng perlahan, jawaban untuk pertanyaan ayahnya. Masih dengan tangan menangkup kedua pipi putrinya ayah bertanya, "dan kamu pasti melewatkan makan malam lagi, iya kan?" Sarah mengangguk perlahan masih menggunakan gerakan kepala sebagai jawaban. 

"Tapi.. Tapi Sarah tidak lapar, Yah." rengek gadis remaja itu manja. 

"Mau Ayah temani ke ruang makan?" ayah berdiri, mengulurkan tangan memaksa dengan lembut anak gadisnya berdiri dan mengikuti ajakannya. 

Aku benar-benar ketakutan, tapi tangan ayah membuat ketakutanku ini perlahan menghilang. Seperti suara-suara di sudut-sudut kamarku yang juga perlahan menghilang. 

Di sudut-sudut ruang kamar yang tidak tersentuh cahaya lampu, terdengar suara-suara gaduh. Saling berebut menarik perhatian, menyalahkan satu sama lain dan samar-samar menghilang di balik dinding-dinding gelap. 

Kalian lihat! Bukan begini caranya! Dia benar-benar ketakutan. Dan kita tidak akan mendapatkan apa yang kita inginkan selama dia masih ketakutan. 

******

*) tenggelamnya kesadaran

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah