"Pagi cantik, ayo bangun! Sekarang sudah jam 4.30, sebentar lagi azan subuh akan terdengar." Ayah menepuk lembut pipi Sarah. Menarik selimut yang menutupi tubuh mungil itu ke arah bawah, menyisakan sedikit bagian selimut menutupi kaki putrinya agar udara dingin bisa dirasakan. Jendela kamar kemudian dibukanya satu persatu, Ayah berniat sekali membuat putrinya bangun lebih awal dengan bantuan angin yang perlahan berhembus masuk ke dalam ruang kamar.
"Sebentar lagi, Yah. Sarah masih ngantuk, lima belas menit saja." tangan Sarah menggapai ujung selimut yang masih menutupi kaki.
"Lima menit, Ayah tunggu di ruang sholat!" usai mematikan lampu tidur, Ayah keluar dari kamar, menutup pintunya perlahan. Meninggalkan Sarah dengan lima menit jatah sisa kantuknya.
Hei, kamu masih mengantuk, bukan? Mau bergabung dengan kami? Mari ke tempat kami, disana sangat menyenangkan. Kamu bisa tidur sepuasnya, itu pun jika kamu mau.
Ya, aku masih mengantuk. Aku ingin tidur lebih lama lagi tapi ayah menungguku diruang sholat. Aku ingin tidur sepuasnya. Udara juga sangat dingin. Air di kamar mandi pasti membuat tubuhku semakin menggigil kedinginan.
Kalian dengar! Dia ingin tidur sepuasnya. Dia mau bergabung dengan kita. Tentu saja itu karena dia masih sangat mengantuk. Udara dingin seperti ini akan lebih baik jika tidur saja, dan dia inginkan itu.
Kamu bisa ikut dengan kami sekarang, ayo! Kamu hanya perlu mengikuti kami, percayalah tidur lebih baik daripada menyentuh air dingin di kamar mandi. Itu akan membuatmu menggigil kedinginan.
Sarah.. Sarah.. Sarah!
Ibu...? Ya Tuhan, ini benar ibu, kan? Ibu memanggilku. Tangannya melambai-lambai kearahku dan membentang menawarkan pelukan. Aku rindu ibu, aku rindu ibu. Jangan pernah pergi lagi bu. Jangan pergi lagi. Aku kesepian.
Pergilah, pergilah pada ibumu! Bukankah kamu sangat merindukannya. Sambut pelukannya, Dia juga pasti merindukanmu. Kamu tidak akan pernah kesepian lagi. Ibumu sudah datang sekarang, jangan biarkan dia lama menunggu. Pergilah! Peluk ibumu!
******
Aku menunggu ibu sejak pagi tadi, ibu tidak pernah meninggalkan rumah selama ini. Jarum jam terasa semakin lambat berputar, membuat bagian dalam dadaku sakit. Kata ayah, aku hanya merasa cemas, mungkin juga rindu pada ibu. Bersabar adalah kata yang kemudian sangat sering ayah ucapkan. Padahal aku tidak pernah tahu apa artinya bersabar. Aku ingin ibu segera pulang.
Minggu pagi, kakiku mengayuh sepeda dengan cepat. Berlomba-lomba dengan ayah yang walau bagaimanapun kukerahkan semua tenaga untuk bisa lebih cepat, tetap saja ayah bisa menyusul sejajar dengan ban belakang sepedaku.
"Sarah tidak akan kalah!" teriakku pada ayah tanpa memalingkan wajah ke belakang.
"Oo yaa?" gelak tawa ayah mempermainkan Sarah.
Dua blok lagi, aku akan sampai di rumah lebih dulu. Memeluk ibu sebagai bagian akhir dari perlombaan balap sepeda dengan ayah. Meneguk habis susu kotak kesukaanku dan biskuit kelapa dengan rasa paling nikmat sedunia. Ibu, Sarah datang!!
Komentar
Posting Komentar