Sebuah foto dengan gambar ruangan yang sangat Adnan kenal, base camp pecinta alam. Tentu saja terlihat berantakan, seperti biasanya. Dan ada surat yang disertakan bersamaan dengan foto tersebut. Surat ini dikirim kemarin, kenapa tidak diantar langsung kerumah? Protes Adnan dalam hati.
"Hai Adnan, lusa kami akan ke Bukit Kelam. Aku sedang bersiap-siap hari ini. Apa kau masih belum mau ikut? Ayolah Adnan, ini sudah satu semester lewat. Apa patah hatimu akan terus berlanjut? Sampai kapan? Jika kalimatku ini tidak terbukti, kutunggu diperjalanan besok. Ok! "
Gadis keras kepala! Aku bukannya patah hati akut, entah kenapa aktifitas mendaki atau sejenisnya sudah tidak lagi menarik sekarang dan tentu saja tidak membuat hatiku nyaman. Mungkin Dania benar, aku patah hati. Tapi terserahlah, aku hanya ingin seperti ini.
Adnan memasukkan kembali foto keempat puluh enam itu ke dalam amplop. "Maaf Dania, fotomu kali ini tidak membuatku rindu atau tertarik mencoba lagi keseruan menapakkan kaki ke dataran-dataran tinggi itu."
***
Dia tidak datang, sudah kuduga. Ah.. Aku baru tahu, ternyata laki-laki kalau patah hati bisa selarut ini.
Dania sibuk merapikan barang-barang bawaannya, menyusun dan menata dengan baik semuanya agar bisa masuk ke dalam tas.
"Dania! " Gery wakil ketua kelompok pecinta alam memanggil.
"Iya... " Dania menoleh setelah meletakkan barang-barangnya di atas bus.
"Ada yang mau ketemu di Kantins." Gery memberitahukan pesan yang ia dapat dari seseorang.
"Siapa?" tanya Dania heran, sepertinya dia tidak punya hutang apapun disana. Tanpa membuang waktu Dania segera ke tempat yang dimaksud. Letak bangunan kecil itu tidak jauh dari base camp pecinta alam.
Alasan tempat itu disebut Kantins adalah karena terdapat lebih dari satu kantin disana. Bangunan dengan leter U itu memiliki 6 pintu. Masing-masing pintu menjual berbagai macam makanan yang harganya cocok dengan mahasiswa. Dan kantin yang biasa dijadikan anak-anak pecinta alam sebagai tempat nongkrong sekaligus kantin langganan adalah yang berada tepat di bagian tengah, nomor 3.
"Hai.. Dania! " Sapa Adnan, melambaikan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya sibuk mengaduk gelas minuman dengan sedotan.
"Hai Adnan.. Tidak kusangka kau akan datang. Apa ini berarti kau mau ikut dengan kami. Ke Bukit Kelam, Mister?" tanya Dania senang dengan kehadiran Adnan. Ia pikir lelaki yang satu ini akan berada di rumah saja selama liburan semester berlangsung.
Adnan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bahwa dia tidak akan ikut. Ya, kedatangannya kali ini hanya ingin bertemu Dania dan membuktikan bahwa dia tidak mengalami patah hati akut selain patah tulang kaki yang selama hampir tiga bulan membuatnya harus berputar di sekitar rumah sakit, rumah dan rumah sakit lagi. Sedangkan asal usul kenapa kakinya patah itulah yang menghubungkan kelanjutan kisah kasihnya dengan Suci.
"Hai Adnan, lusa kami akan ke Bukit Kelam. Aku sedang bersiap-siap hari ini. Apa kau masih belum mau ikut? Ayolah Adnan, ini sudah satu semester lewat. Apa patah hatimu akan terus berlanjut? Sampai kapan? Jika kalimatku ini tidak terbukti, kutunggu diperjalanan besok. Ok! "
Gadis keras kepala! Aku bukannya patah hati akut, entah kenapa aktifitas mendaki atau sejenisnya sudah tidak lagi menarik sekarang dan tentu saja tidak membuat hatiku nyaman. Mungkin Dania benar, aku patah hati. Tapi terserahlah, aku hanya ingin seperti ini.
Adnan memasukkan kembali foto keempat puluh enam itu ke dalam amplop. "Maaf Dania, fotomu kali ini tidak membuatku rindu atau tertarik mencoba lagi keseruan menapakkan kaki ke dataran-dataran tinggi itu."
***
Dia tidak datang, sudah kuduga. Ah.. Aku baru tahu, ternyata laki-laki kalau patah hati bisa selarut ini.
Dania sibuk merapikan barang-barang bawaannya, menyusun dan menata dengan baik semuanya agar bisa masuk ke dalam tas.
"Dania! " Gery wakil ketua kelompok pecinta alam memanggil.
"Iya... " Dania menoleh setelah meletakkan barang-barangnya di atas bus.
"Ada yang mau ketemu di Kantins." Gery memberitahukan pesan yang ia dapat dari seseorang.
"Siapa?" tanya Dania heran, sepertinya dia tidak punya hutang apapun disana. Tanpa membuang waktu Dania segera ke tempat yang dimaksud. Letak bangunan kecil itu tidak jauh dari base camp pecinta alam.
Alasan tempat itu disebut Kantins adalah karena terdapat lebih dari satu kantin disana. Bangunan dengan leter U itu memiliki 6 pintu. Masing-masing pintu menjual berbagai macam makanan yang harganya cocok dengan mahasiswa. Dan kantin yang biasa dijadikan anak-anak pecinta alam sebagai tempat nongkrong sekaligus kantin langganan adalah yang berada tepat di bagian tengah, nomor 3.
"Hai.. Dania! " Sapa Adnan, melambaikan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya sibuk mengaduk gelas minuman dengan sedotan.
"Hai Adnan.. Tidak kusangka kau akan datang. Apa ini berarti kau mau ikut dengan kami. Ke Bukit Kelam, Mister?" tanya Dania senang dengan kehadiran Adnan. Ia pikir lelaki yang satu ini akan berada di rumah saja selama liburan semester berlangsung.
Adnan menggelengkan kepalanya sebagai jawaban bahwa dia tidak akan ikut. Ya, kedatangannya kali ini hanya ingin bertemu Dania dan membuktikan bahwa dia tidak mengalami patah hati akut selain patah tulang kaki yang selama hampir tiga bulan membuatnya harus berputar di sekitar rumah sakit, rumah dan rumah sakit lagi. Sedangkan asal usul kenapa kakinya patah itulah yang menghubungkan kelanjutan kisah kasihnya dengan Suci.
Hah, penasaran
BalasHapusHmmm nice, lanjutiin kak naa 😍
BalasHapusJadi adnan dan dania sahabatan?
BalasHapus