Langsung ke konten utama

Review Puisi Paling Pilu

Konflik batin. Ini yang saya rasakan saat membaca cerpen Mba Hikmah.

Seorang perempuan yang jatuh cinta namun terlalu takut pada ketentuan yang ada, dalam hal ini adalah sebuah aturan, berupa batasan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan. Disadari secara langsung dan tepat olehnya yang tentu saja paham akan aturan tersebut.

Cerita ini dibuka dengan beberapa chat dari seorang teman laki-laki yang sangat perhatian. Saya katakan demikian karena seperti itulah isinya. Mengingatkan tentang waktu makan dan sakit yang akan diterima teman perempuannya jika tidak menepati waktu makan tersebut. Di lain waktu sentilan atas kesibukan teman perempuannya disampaikan agar jangan sampai lalai sholat, dan sejenis perhatian lain yang menurut saya, siapapun akan merasa sangat diperhatikan. Tentu saja semua bentuk perhatian itu akan menyeret sedikit demi sedikit rasa suka dari teman perempuannya untuk kemudian merasakan cinta.

Menurut saya, Mba Hikmah mampu membuat pembaca merasakan konflik batin dari tokoh perempuan yang bernama Lila. Tergambar betapa keinginan dan rindu itu akhirnya tumpah dalam bait-bait doa yang menggetarkan di atas hamparan sajadah. 

Pada akhirnya, buah dari pilihan Lila adalah tetap memegang prinsip imannya. Bahwa sebaiknya interaksi itu dibatasi sebelum setan ikut campur memperpanjang basa-basi. 

Namun, sekali lagi. Saya sebagai pembaca dibawa lagi dengan sakitnya memutuskan untuk memegang prinsip dan menendang jauh kerinduan. Ditambah lagi dengan rajinnya Raka, tokoh laki-laki yang sering mengirim pesan-pesan singkat meski sudah dilarang oleh Lila. 

Sedikit hal mengganggu yang saya tangkap dari cerpen ini adalah kalimat dialog yang diapit oleh dua tanda petik. Menurut saya, ini tidak terlalu jelas, siapa yang berbicara pada siapa. 

Selebihnya, ini mampu mengaduk perasaan saya ketika membaca puisi dibagian penutup.  Yaitu, akhir dari cerita ini. Adalah sebuah puisi paling pilu yang benar-benar terasa pilu setelah Lila mengirim pesan terakhir. Pesan yang berbuah terhentinya segala aktivitas chat dari Raka. Lagi, Lila kembali merasakan rindu sebab kehilangan. Namun tetap sadar akan kehendak yang paling berkehendak. 

Penasaran membaca cerpen Puisi Paling Pilu? Silahkan simak ceritanya disini.  





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.7)

-Menemukan Kasih- Dimas baru menyelesaikan pekerjaannya. Walau jam makan siang telah tiba, Ia enggan keluar dari ruang kerja. Selera makannya hilang sejak kekacauan itu menimpa perusahaan. Duduk dan berdiam diri lebih menyenangkan daripada menghabiskan waktu diluar ruangan. Pintu kantornya diketuk, Dimas mempersilahkan masuk. "Dimas..bagaimana kabarmu?" Sapa tamu itu akrab. "Ooh..Anton, Silahkan duduk." Dimas menyambut tamu yang ternyata adalah teman baiknya, dengan wajah senang. "Aku baik-baik saja, tapi seperti yang kau ketahui, perusahaan ini dilanda hal yang tidak menyenangkan."Sambungnya lagi. "Turut prihatin atas musibah yang menimpa bawahanmu. Maaf aku  tidak ada disini untuk membantu saat itu." Anton bersimpati pada temannya. Istirahat siang itu dihabiskan dengan pembicaraan seputar kasus pembunuhan yang menimpa karyawan perusahaan. Sebenarnya Dimas malas membahas hal itu lagi, tapi demi menghargai teman bai

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang diterimany

Topeng (bag.5)

-Dugaan- Dua foto wanita cantik terpajang di dinding ruangan. masing-masing dilengkapi dengan data yang dibutuhkan para penyidik untuk memecahkan kasus pembunuhan yang sedang ditangani. "Diperkirakan pembunuhnya adalah seorang pria muda" Inspektur Bobby membuka suara. "Walaupun tak ada tanda-tanda kekerasan seksual." Sambungnya lagi. "Dilihat dari tempat kejadian, tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban dan sepertinya ini sudah direncanakan." Rudi ikut berkomentar. Inspektur Bobby mengamati lekat-lekat data para korban yang ada ditangannya. Merusak wajah korban setelah kematian, menunjukkan adanya masalah mental yang serius pada pelaku. Begitulah kondisi kedua korban saat ditemukan. Wajahnya disayat seperti hendak membalaskan dendam. Entah apa sebenarnya motif dari pembunuhan ini. Yang jelas kedua korban adalah teman dekat dan juga bekerja di tempat yang sama. "Aku pikir pelaku pembunuhan dari kedua korban ini adalah