Langsung ke konten utama

Pias Rasa



Aku putus asa, benar-benar putus asa. Terlalu lelah mencari, tapi belum dapat kutemukan yang kucari. 


Dalam kehilangan. Pada lidah hari yang terang, cahayanya tidak cukup menjadi petunjuk jalan. Pada selimut malam yang gelap, tuan yang duduk di singgasana keperakan tidak akan senang menikmati gemerlapnya bintang gemintang. Begitu dahsyat rasa kehilangan. 


Nafasku tersengal-sengal. Aku berlari bagai binatang dalam bayang-bayang lebatnya rimba raya, hampir gila sebab resah dengan wanginya kematian mengincarku. Tidak ada setitikpun lega, pias rasa.


Dara bangun dengan suara tertahan di tenggorokan. Kantuknya seketika hilang saat tangan-tangan gempal meremas bagian atas tubuhnya yang terbuka. Ia enggan menanggapi hasrat dari pemilik tangan itu. Matanya sibuk membaca jari-jari waktu yang menempel di dinding tepat bagian atas pintu kamar, dalam cahaya remang yang nyaris gelap seperti itu, tentu saja tidak mudah mengetahui jarum jam menunjuk pukul berapa. 


Pertengahan tahun, kembali aku ditemani belaian angin-angin selatan. Kehilangan petunjuk dan pedoman. Dengan tenggorokan sakit sebab dinding-dinding basahnya mengering, meski di sekitarku aliran air melenggang menuju lautan sembari melambai dendam, aku masih kehilangan. 


"Cukup! Waktu yang kita sepakati sudah habis." Dara menggeser tubuhnya, menjauhi tubuh tambun yang masih terbakar. Matanya kini sudah menangkap arah jarum jam, angka empat. 


"Ayolah cantik, sekali lagi. Bonusnya kutambahkan, bagaimana?" pria itu kemudian meraih dompet kulit dalam saku celana yang diletakkan sembarang di sisi ranjang. Dia hafal betul wanita di hadapannya tidak biasa melanggar aturan yang sudah dibuatnya sendiri. Jika jam kerjanya habis, maka tidak akan ada waktu yang disia-siakan hanya untuk sekedar bersantai. Namun itu berbeda jauh dengannya, kesempatan untuk bisa bersama wanita itu jarang sekali terjadi. Maka jika kali ini dia tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin, sungguh rugi sekali, pikirnya. 


Lima lembar uang kertas dengan tokoh proklamator melambai-lambai. Dara hanya sebentar melirik harga yang ditawarkan. Ia meraih pakaian, kemudian meletakkan di pangkuan, sebelum mengenakannya, ia mengumpulkan rambut panjangnya yang bergelombang dengan kedua tangan, merapikan sekedarnya kemudian menyanggulnya. Siluet tubuhnya tampak indah dalam remang cahaya. Posisi seperti itu justru membuat air liur pria bertubuh tambun di balik selimut itu terbit, bahkan nyaris tumpah. 


"Ok. Kutambahkan lagi, cantik. Kemarilah!" ubun-ubunnya terlanjur terbakar. Mengeluarkan lima lembar uang dengan nilai yang sama seperti sebelumnya tidak menjadi masalah. 


Udara subuh menggigit kulit. Dingin menusuk tanpa ampun. Sungguh Dara sangat lelah, namun kebutuhan hidup memaksanya membuka kaki, menyuguhkan diri menjadi sarapan pagi. 


Aku putus asa, benar-benar putus asa. Terlalu lelah mencari, tapi belum dapat kutemukan yang kucari. 


Ponsel pintar dengan layar lebar di atas meja kecil berdering, berteriak meminta perhatian pemiliknya agar segera disentuh, sebuah panggilan dari seseorang semakin mempertegas kebutuhan benda persegi panjang itu agar tidak diabaikan. Sekilas mata pria bertubuh tambun itu menangkap satu kata, Mama


"Uuh.. Kenapa nelpon di pagi buta begini, sih!" gerutu pria yang bersiap menikmati sarapannya. Api dalam tubuhnya perlahan padam. Tidak ada pilihan lain selain mengangkat telpon genggam yang tak berhenti bergetar di atas meja, "iya ma, ada apa? Papa baru saja selesai beres-beres. Urusan dengan rekan bisnis disini sudah selesai." 


Dara tersenyum penuh kemenangan. Ia tidak perlu memaksakan diri sekarang. Pria tambun itu justru memutuskan untuk meninggalkannya. Dengan sebelah tangan tergesa-gesa mengenakan pakaian, kemudian masih dengan telpon genggam yang menempel di telinga, ia terbata-bata menjawab keberadaannya.  Dan yang paling utama dari itu semua adalah akhir permainan ini. Bonus yang sudah menjadi hak Dara ketika menyepakati tambahan waktu. Sarapan pagi, usai. 


Dalam jiwaku, lahir bayang-bayang yang meraung, menari-nari, tertawa, lantas menggeleparlah sebentuk hasrat. Ia melayang, terbang dan berlalu. Kucoba menangkapnya, menggenggam kuat-kuat, berusaha mendekapnya dengan erat. 


Sayang, meski kuikat dengan nyawa, ia tetap mampu lepas dan membuatku kembali gila. Tersesat. 


Sepuluh lembar uang kertas itu melayang-layang di udara, membuat Dara tertawa tanpa suara, melahirkan bulir-bulir air bening jatuh di sudut kedua matanya. "Apa ini?" Dara menyeka airmatanya yang terasa menggelitik telinga, sebab tertampung disana, "inikah bahagia? Bodoh, tentu saja bukan!"


Aku putus asa, benar-benar putus asa. Terlalu lelah mencari, tapi belum dapat kutemukan yang kucari. 




#Tantangan ODOP
#Saat Kehilangan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indone...

Blog Jadi Media Belajar, Kenapa Tidak?

Blog sebagai Media Pembelajaran  Resume ke-5 Gelombang 29 Rabu, 28 Juni 2023 Narasumber: Dail Ma'ruf, M. Pd Moderator: Helwiyah, S. Pd, M.M.  KBMN 29 - Pertemuan kelima dilaksanakan pada Rabu, 28 Juni 2023. Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.  Narasumber kali ini adalah seorang alumni KBMN gelombang 20. Beliau adalah Bapak Dail Ma'ruf, M. Pd yang akan membawakan materi 'Blog sebagai Media Pembelajaran'. Dimulai dengan kisah 'nol'-nya dalam dunia menulis, Pak Dail meyakinkan peserta bahwa jika punya niat dan kemauan, maka apa yang dicita-citakan akan terwujud. "Blog dan media pembelajaran itu apa?" Pak Dail memantik pertanyaan untuk mengurai materi yang akan disampaikannya.  Sejarah adanya blog, dikenal pada awal reformasi tahun 1998 oleh Jhon Barger.  Awalnya blog hanya dijadikan sebagai media untuk menulis buku harian, tapi kemudian berkembang hingga menjadi 12 jenis, di antaranya ada blog pendidikan, pribadi, sastra, bertopik, hukum, agama, bisnis...

Topeng (bag.9)

-Surat Misterius-   Ikuti kisah sebelumnya disini Dua surat diterima pagi itu, seorang karyawan kemudian mengantarkannya pada orang yang dituju. Dimas adalah salah satu penerima surat tersebut, Ia membalik amplop putih yang baru diterimanya untuk mencari tahu siapa pengirimnya. Tak ada. Yang Terhormat : Dimas Arga Atmaja, M.E Hanya namanya saja yang tertera disitu, surat itu kemudian diletakkan begitu saja, karena Dimas enggan untuk membacanya. Namun tak berapa lama kemudian, dengan sukarela Dimas memungut kembali surat tanpa nama pengirim itu, menyobek salah satu sisi amplop lalu membacanya.  ‘ AKU SUDAH TAHU! ’ Begitu isi kalimat yang tertera pada kertas dengan warna kelabu, singkat. Untuk beberapa saat Dimas mematung setelah membaca surat itu, memang tidak jelas apa yang diketahui, namun hati tak dapat dibohongi. Dugaannya surat ini pasti berhubungan dengan Kasus pembunuhan yang terjadi. Mau tidak mau ingatan Dimas kembali pada sms yang d...