Langsung ke konten utama

Kisah Awal Aku Yang Belum Menyadari Siapa Aku

     -Bangun-

Hingar-bingar suara musik mengganggu lelap yang entah berapa lama, kapan pula dimulainya dan bahkan di mana? Aku berusaha membuka kelopak mata, tapi terasa berat. Apa karena terlalu lama tertidur, sehingga sempat kulupakan bagaimana caranya membuka mata? Sungguh, ini sulit sekali. Baiklah, aku tidak akan memaksa mata ini untuk terbuka. jadi biarkan saja sampai benar-benar siap dan jika memang sudah saatnya terbangun, maka aku akan bangun.

Perlahan hingar-bingar itu menghilang berganti desau angin yang membawa sadarku pada padang rumput yang tidak semua merata ditumbuhi rumput. Rumput-rumput dan tanaman liar tampak bergoyang mengikuti hembusan angin ke utara. Kali ini mataku terbuka, tanpa ada kesulitan seperti sebelumnya. Hanya saja ada yang berbeda, sinar matahari tidak seperti biasanya, tampak biru. Dan baru kusadari bahwa semua yang terlihat diterjemahkan biru oleh otak dan mataku. Apakah ini efek tidur yang terlalu lama? Tunggu, apa mungkin aku masih tertidur dan sekarang sedang bermimpi?

Aku yakin dan sangat yakin bahwa aku memang sedang bermimpi. Sesaat setelah menyadari bahwa warna mentari tidak seperti biasanya, sekarang aku merasa berada di ruangan yang sangat gelap dan sempit. Lalu suara hingar-bingar musik kembali mengusik telinga. Sekali-kali terdengar suara tawa beberapa perempuan bersamaan hitungan-hitungan yang tidak pernah selesai.

“1 ..., 2 ..., 3... mulai, gantian sekarang ke kiri, lakukan seperti tadi!”

“7 ..., 8 ..., tepuk ..., oke, sekarang ulangi gerakannya sekali lagi!”

Baiklah, kali ini aku sudah bangun dan ingin segera keluar dari tempat yang sempit ini. Sekuat tenaga kukerahkan untuk membuka mata, menggerakkan kepala dan berusaha berdiri. Aku rindu merenggangkan tubuh, sepertinya memang sudah terlalu lama tubuh ini meringkuk.

Aneh, usaha dan tenaga yang kupersiapkan untuk segera keluar dari ruang sempit dan gelap tadi seperti tidak ada maknanya. Sekarang aku justru melayang—entah melayang, terbang, atau melompat, yang jelas ini terlalu jauh dari tanah. Warna di sekitarku masih biru. Musik hingar bingar yang kudengar tadi makin riuh bersama gelak tawa perempuan dan teriakan anak-anak yang tengah bermain di belakang barisan perempuan-perempuan yang sekarang tampak tengah berlari-lari kecil di tempatnya masing-masing.

Apa aku masih bermimpi? Apakah sekarang aku masih tertidur? Kenapa semua hal berwarna biru? Apa ada yang mendengarku? Atau, apakah ada yang menyadari keberadaanku?

“Hei...! Halo...!”

Mereka—perempuan-perempuan itu—masih asik dengan bergerak melangkahkan kaki ke kanan dan ke kiri, meluruskan tangan ke depan kemudian mengayunkannya ke samping kanan dan kiri. Bersamaan gelak tawa anak-anak yang berlarian dan bermain di bagian lainnya. Panggilanku tidak dihiraukan. Aku yakin, saat ini memang masih tertidur dan sedang bermimpi. Tapi benarkah?



__________
bersambung...



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Topeng (bag.6)

-Topeng Ambisi- Seorang laki-laki tergesa-gesa memasuki ruangannya, setengah berlari Ia menghampiri meja kerja dan dengan kasar menarik satu persatu laci-laci yang tersusun rapi pada bagian bawah meja, kemudian mengobrak-abrik isinya. Ketika yang dicari belum ditemukan, Ia beralih pada lemari yang berada di belakangnya. Hal yang sama dilakukan, Ia pun mengacak habis isi lemari untuk mencari sesuatu yang amat berharga baginya.  "Dimana dokumen itu..kurang ajar!" Makinya pada seseorang yang ada dalam pikirannya. "Baiklah..jika ini pilihannya, akan kuturuti permainannya" Desisnya dengan rasa kesal yang tertahan. Ia tahu, wanita itu tak main-main dengan ancamannya tadi siang. Ambisinya yang terlalu besar dan menggebu-gebu secara otomatis memutuskan hubungan Simbiolis Mutualisme yang selama ini telah mereka jalin sejak setahun terakhir.  Jika bukan karena Mita yang dengan sembunyi-sembunyi memberitahukan padanya bahwa dokumen penting itu telah

Menggali Potensi Mulai dari yang Disukai dan Dikuasai

 Gali Potensi Ukir Prestasi  Resume ke-4 Gelombang 29 Senin, 26 Juni 2023 Narasumber: Aam Nurhasanah, S. Pd Moderator: Muthmainah, M. Pd KBMN 29-Pertemuan keempat dilaksanakan pada Senin, 26 Juni 2023, dengan tema 'Gali Potensi Ukir Prestasi'. Sebelum masuk ke materi, Ibu Muthmainah, M. Pd yang akrab dipanggil bu Emut dari lebak Banten, dan bertugas sebagai moderator memperkenalkan diri serta memaparkan sedikit info tentang narasumber.  Narasumber luar biasa dengan julukan penulis luar biasa dan juga pioneer pegiat literasi Kabupaten Lebak Banten, Ibu Aam Nurhasanah, S. Pd yang juga akrab disapa bu Aam, dikenang oleh bu Emut sebagai kompor, dalam arti yang menyemangati para penulis muda untuk menghasilkan karya tulis mereka menjadi buku. Bu Aam merupakan anggota KBMN gelombang 8 yang kemudian menyelesaikan pelajaran literasinya di gelombang 12.  "Dulu, kami menyebutnya BM 12 (Belajar Menulis 12) Juli 2020. Istilah KBMN muncul saat kopdar pertama di Gedung Guru Indonesia, J

Topeng (bag.3)

-Masa Lalu- Hera kecil sering kali di- bully oleh teman-temannya. Kala itu ia berusia 8 tahun, tubuhnya yang kecil dan lemah membuat ia menjadi sasaran empuk. Tidak ada satupun yang dapat membantunya, lebih tepatnya tidak ada yang mau. Sepulang dari bermain, sambutan kasar juga ia terima dari keluarga, tepatnya keluarga angkat. Hera diadopsi pada usia 2 tahun. Dengan niat sebagai pancingan agar kedua orang tua angkatnya bisa segera mendapat momongan. Tapi usaha ini belum menunjukkan hasil seperti yang diinginkan.  Saat Hera berusia 10 tahun Ibu angkatnya pun hamil. Kehamilan yang ditunggu-tunggu selama 9 tahun, sebelumnya beberapa kali Ibu angkat Hera ini sudah pernah hamil, sayangnya setiap kali hamil justru ibunya juga mengalami keguguran lagi dan lagi. Kehamilan ketiga kali ini dijaga ketat dan ekstra hati-hati, namun takdir berkata lain, saat ibu angkatnya mengandung pada usia kehamilan 8 bulan, kecelakaan tragis menyebabkan nyawa ibu dan calon adiknya itu melayang. Duka