100 lembar ...
Dan itu akan kuwujudkan.
Bangunlah ...
Dunia itu sangat indah.
"Yap ..., dua puluh satu. Untuk hari ini ada sepasang kupu-kupu yang menari." Dania tersenyum puas melihat hasil fotonya.
Kupu-kupu dihadapannya itu bagai sepasang kekasih. Mereka akan menjalin hubungan untuk mempertahankan rasnya. Salah satu misi dari makhluk hidup, berkembang biak.
Dania akan mengirimkan fotonya pada seorang pemuda. Adnan. Laki-laki yang membuatnya tertantang untuk dapat merubah jalan pikiran dan sikapnya yang dingin.
Suara pesan masuk terdengar dari hanphone Adnan. Sedikit malas, pemuda itu meraih benda persegi itu dari atas meja. Tepat berada di sisi ranjangnya.
"Hai ... Aku menitipkan foto untuk hari ini pada perawat. Semoga kau suka." pesan tersebut dikirim oleh Dania.
Selang beberapa waktu kemudian, seorang perawat masuk dan menyerahkan amplop putih pada Adnan. Tepat setelah pemuda itu meletakkan kembali handphonenya di atas meja.
"Terimakasih" untuk kesekian kalinya Adnan harus menerima amplop serupa. Kemudian mengucapkan terimakasih pada perawat yang berbeda setiap harinya. Dasar gadis keras kepala, menyusahkan saja kerjaannya. Batin Adnan mengumpat.
Setelah perawat post dadakan itu berlalu dan menghilang dibalik pintu kamar inapnya, Adnan segera merobek sisi amplop lantas mengeluarkan isinya. Mata coklatnya yang bening, lekat memandang gambar di dalam foto. Tertegun.
"Jelek ...!" pemuda berparas tampan itu menilai foto yang kini berada ditangannya, "gadis itu benar-benar tidak punya selera yang bagus." ungkapnya menyakitkan. Jika saja ada yang mendengar, dapat dipastikan telinga orang tersebut akan terbakar.
Syukurlah hanya Adnan seorang yang bernyawa dalam ruangan bernuansa putih itu. Tidak lama kemudian, seorang perawat masuk, mengantarkan makan siang untuknya.
"Silahkan dimakan, Pak Adnan. Semoga selera makan Anda kali ini lebih baik." perawat menata meja kecil dengan makanan diatasnya. Meletakkannya diatas paha pemuda itu dengan hati-hati. Kemudian berlalu meninggalkan Adnan sendiri.
Adnan tidak pernah berhasil menghabiskan makanan yang disajikan, seenak apapun itu. Nafsu makannya terenggut habis oleh peristiwa mengerikan setahun yang lalu.
Mata gadis cantik di depannya membulat, indah. Takjub dengan apa yang dilihatnya. Sepasang cincin.
"Sungguh ...? Kita akan menikah?" tanyanya antusias. Setengah tidak percaya dengan apa yang didengar.
Adnan mengangguk, penuh keyakinan. "Aku akan menemui keluargamu, besok malam." tegasnya tanpa basa-basi. Ia mencintai Suci. Gadis tercantik di kampusnya.
Sudah tiga bulan Adnan mengenal Suci, sejak ia bergabung di Komunitas Pecinta Alam. Seorang mahasiswi yang baru pindah dari Ibu Kota. Mulai tertarik dengan indahnya alam Kalimantan melalui foto-foto hasil bidikan Adnan di setiap pendakian.
Bersambung ...
Dan itu akan kuwujudkan.
Bangunlah ...
Dunia itu sangat indah.
***
"Yap ..., dua puluh satu. Untuk hari ini ada sepasang kupu-kupu yang menari." Dania tersenyum puas melihat hasil fotonya.
Kupu-kupu dihadapannya itu bagai sepasang kekasih. Mereka akan menjalin hubungan untuk mempertahankan rasnya. Salah satu misi dari makhluk hidup, berkembang biak.
Dania akan mengirimkan fotonya pada seorang pemuda. Adnan. Laki-laki yang membuatnya tertantang untuk dapat merubah jalan pikiran dan sikapnya yang dingin.
Suara pesan masuk terdengar dari hanphone Adnan. Sedikit malas, pemuda itu meraih benda persegi itu dari atas meja. Tepat berada di sisi ranjangnya.
"Hai ... Aku menitipkan foto untuk hari ini pada perawat. Semoga kau suka." pesan tersebut dikirim oleh Dania.
Selang beberapa waktu kemudian, seorang perawat masuk dan menyerahkan amplop putih pada Adnan. Tepat setelah pemuda itu meletakkan kembali handphonenya di atas meja.
"Terimakasih" untuk kesekian kalinya Adnan harus menerima amplop serupa. Kemudian mengucapkan terimakasih pada perawat yang berbeda setiap harinya. Dasar gadis keras kepala, menyusahkan saja kerjaannya. Batin Adnan mengumpat.
Setelah perawat post dadakan itu berlalu dan menghilang dibalik pintu kamar inapnya, Adnan segera merobek sisi amplop lantas mengeluarkan isinya. Mata coklatnya yang bening, lekat memandang gambar di dalam foto. Tertegun.
"Jelek ...!" pemuda berparas tampan itu menilai foto yang kini berada ditangannya, "gadis itu benar-benar tidak punya selera yang bagus." ungkapnya menyakitkan. Jika saja ada yang mendengar, dapat dipastikan telinga orang tersebut akan terbakar.
Syukurlah hanya Adnan seorang yang bernyawa dalam ruangan bernuansa putih itu. Tidak lama kemudian, seorang perawat masuk, mengantarkan makan siang untuknya.
"Silahkan dimakan, Pak Adnan. Semoga selera makan Anda kali ini lebih baik." perawat menata meja kecil dengan makanan diatasnya. Meletakkannya diatas paha pemuda itu dengan hati-hati. Kemudian berlalu meninggalkan Adnan sendiri.
Adnan tidak pernah berhasil menghabiskan makanan yang disajikan, seenak apapun itu. Nafsu makannya terenggut habis oleh peristiwa mengerikan setahun yang lalu.
***
Mata gadis cantik di depannya membulat, indah. Takjub dengan apa yang dilihatnya. Sepasang cincin.
"Sungguh ...? Kita akan menikah?" tanyanya antusias. Setengah tidak percaya dengan apa yang didengar.
Adnan mengangguk, penuh keyakinan. "Aku akan menemui keluargamu, besok malam." tegasnya tanpa basa-basi. Ia mencintai Suci. Gadis tercantik di kampusnya.
Sudah tiga bulan Adnan mengenal Suci, sejak ia bergabung di Komunitas Pecinta Alam. Seorang mahasiswi yang baru pindah dari Ibu Kota. Mulai tertarik dengan indahnya alam Kalimantan melalui foto-foto hasil bidikan Adnan di setiap pendakian.
Bersambung ...
Komentar
Posting Komentar